Sabtu, 27 Oktober 2012

Review Film : HUMKO TUMSE PYAR HAI.

Drama musikal romantis Bollywood yang digarap sutradara Bunty Soorma pada tahun 2006 ini menyajikan premis cukup menarik, yaitu bagaimana seorang wanita penyandang disabilitas harus menjalani hidupnya. Tentu saja cinta dan perjuangan menghadapi kerasnya hidup pun menjadi bumbu utama film yang bertajuk Humko Tumse Pyaar Hai ini.

Alkisah Durga (Amisha Patel), seorang wanita cantik namun menyandang kebutaan dengan bakat membuat barang tembikar indah. Ia hidup dalam kemiskinan dan tinggal bersama ibunya yang janda di sebuah rumah sederhana. Suatu hari Durga bertemu Babu Rohit (Arjun Rampal) yang menyelamatkannya yang hampir tergelincir ke jurang. Mereka saling jatuh cinta dan bahkan berencana membangun rumah tangga.

Karena Durga begitu ingin melihat wajah Rohit sehingga pria tersebut membawanya ke rumah sakit untuk menjalani operasi mata agar kebutaannya bisa disembuhkan. Sementara Durga sedang menjalani proses penyembuhan paska operasi, Rohit sibuk mempersiapkan rumah baru untuk rumah tangga mereka kelak. Namun seorang pria yang begitu menginginkan Durga itu sangat cemburu dan membunuh Rohit. Pria lain itulah yang menyebabkan kematian ibu Durga sebelumnya.

Mendengar kabar tewasnya kekasihnya, Durga menjadi sangat depresi sehingga dokter yang mengoperasi matanya, Dr. R. K. Prasad (Kanwaljit Singh) jadi iba dan mengambil Durga sebagai putri angkatnya. Untuk membantu pemulihan Durga, Dr. Prasad membawanya ke Swiss dimana Durga bertemu dengan seorang pria muda bernama Raj (Bobby Deol). Sebagaimana Durga, Raj juga berduka kehilangan sahabat terbaiknya. Yang tidak disadari mereka kalau mendiang kekasih Durga dan sahabat baik Raj itu ternyata adalah pria yang sama, Rohit.


Raj pun jatuh cinta kepada Durga. Berkat usahanya yang gigih sehingga Durga yang masih sangat mencintai Rohit ini mau menerima lamaran Raj. Pada hari pertunangan mereka, Raj mendadak mendapat kabar bahwa Rohit ternyata masih hidup dan telah sadar dari komanya di sebuah rumah sakit terpencil. Rupanya Rohit tidak benar-benar tewas di tangan pria lain itu. Tentu saja Raj sangat girang dan segera menjemput sahabat baiknya untuk dibawa ke rumahnya. Ia sudah tidak sabar memperkenalkan Durga, tunangannya kepada Rohit. 

Tidak hanya sampai di situ, anda akan terpukau dengan kemampuan bermain para cast. Mereka begitu total dalam adu peran. Siap-siaplah untuk terpukau dengan konflik batin si cantik Amisha, betapa baik hatinya Arjun Rampal dan begitu tulusnya Bobby Deol. Tidak samapi di situ, Bunty Soorma tampak berusaha memanjakan mata para penonton dengan menampilkan setting alam Swiss yang indah. So, meski film ini telah lewat 6 tahun yang lalu, tapi tetap mampu menguras emosi dan up to date. Nah, itulah kelebihan film India.


Rabu, 24 Oktober 2012

Review : We Are Family

The Plot
Aman (Arjun Rampal) and Maya (Kajol) is a divorced couple with 3 children. Their life got complicated when Aman had a girlfriend, Shreya (Kareena Kapoor) and Maya got cancer.
The Comment
Merasa familiar dengan plot We Are Family (2010)? Ya, film Hindi ini (duh,sepertinya tengah terkena Hindi fever) adalah adaptasi dari film Stepmom (1998). Dan sama seperti Stepmom yang dibintangi dua famous actress Hollywood, Roberts dan Sarandon, dua aktris terpopuler di India, Kajol dan Kareena yang dipilih oleh director debutan, Sidharth Malhotra untuk membintangi film ini.


Berbeda dengan versi originalnya yang memang lebih terfokus pada si calon ibu tiri, plot We Are Family sendiri lebih terfokus pada Maya, instead of struggling Shreya sebagai calon stepmom. Anda akan diajak berempati lebih dalam kepada karakter Maya. Mungkin, jam terbang Kajol yang lebih tinggi membuat ia tampak dianggap menguasai layar dibanding Kareena, dan Kajol memang membuktikan she’s one of best hindi actress for this decade walaupun secara fisik, Kajol tidak secantik aktris lainnya.
Walaupun Arjun Rampal had a poorly performance mengingat ruang geraknya yang memang terbatas dalam skrip yang sangat woman’s oriented, honestly, I heart him since I was at high school, so film ini menjadi pelepas rindu movietard. Yang membuat film ini asyik dinikmati selain flawless performance Kajol adalah betapa cute-nya akting ketiga pemeran karakter anak-anak, Aleya, Akush dan Anjali. Interact Maya dengan ketiga anaknya ini  yang akan membuat kamu sukses menangis ketika menonton.



Dengan plot yang sangat cliche dibanyak bagian hingga ke ending-nya (tetapi tetap membuat penonton menangis), We Are Family juga menjadi salah satu contoh bagaimana film Hindi telah bertransformasi. Dengan keseluruhan seting di Sydney, Australia, cita rasa Hindi realitasnya telah beralkulturasi dengan budaya barat, yang ditunjukkan dengan banyaknya english dialogue, kecintaan Anjali kecil dengan fairy-thingy hingga the luckiest part, tidak banyak dancing scenes menunjukkan bahwa modernisasi Hindi movie telah berjalan dengan baik. We Are Family jelas adalah film drama popcorn keluarga yang dapat dinikmati seluruh audiens. Dengan sinematografi yang sangat colorful, cerita yang modern dan dibintangi bintang papan atas, film ini sepertinya tak ambil repot jika audiens akan berpikir, bagaimana seorang ayah yang berprofesi sebagai fotografer dan ibu rumah tangga dapat tinggal di kawasan suburban elit dan dapat membiayai sekolah anak-anaknya di negara asing dengan high living cost. Most of all, nikmati saja penampilan superb Kajol, betapa cool-nya Arjun, kecantikan Kareena dan cute-nya ketiga anak-anak mereka.
I have their yesterday, but you have their future [Maya] 

Kamis, 27 September 2012

Catatan Harian Guru Galau: MENERIMA.

"Bang, segera pulang ya. Rumah tidak dikunci."

Sebuah suara yang menghilang dikejauhan. Suara dari balik ponsel yang menyentak, bahwa aku sedang tidak bermimpi. Ya, itu adalah sebuah peristiwa yang sampai sekarang masih membatu di kepalaku. Meski aku harus bijak menyikapi persoalan ini; MANUSIA ADALAH TEMPATNYA SALAH.

Begitulah, baru saja aku keluar kelas dan menghela nafas panjang. Baru saja aku akan memasukkan buku ke dalam ransel. Baru saja siswa terakhirku mencium punggung tangan. Baru saja saat itu aku belajar untuk lebih tersenyum menyikapi apa saja. Dan aku sedang galau memikirkan administrasi sekolah yang belum selesai. Di saat seperti itu aku menerima kabar buruk. Dari orang yang amat kukenal, kupercaya. Tapi lagi-lagi, kita manusia biasa.

Aku marah. Terang saja. Bagaimana tidak, kukira kau juga akan marah jika saja berada di posisiku saat itu. Aku marah bukan kepada orangnya, tapi kecerobohannya. Berbagai hal rumit menyerang pikiranku saat itu, bagaimana jika orang masuk, lalu mengambil barang apa saja yang bisa dijual. Ah,entahlah, saat itu aku hanya bisa pasrah.

Akhirnya, aku meradang. Seperti pesakitan. Aku ingin meluapkan amarah ini. Aku tak mau bicara dengannya beberapa hari saja. Aku ingat, bagaiman ibuku pernah marah besar saat aku meninggalkan rumah tanpa dikunci. Ini semua menjadi trauma dan pelajaran penting untukku. Itulah mengapa aku sulit berpikir jernih hari itu. Yang lebih membuatku  gerah adalah, ketika dia menanyakan sebuah barang yang bukan milikku apakah masih ada di tempat atau tidak. Oho, pikiran gilaku semakin kacau, aku berpikir, kalau seandainya barang-barangku yang hilang, apakah dia akan sepeduli itu. Ah, entahlah. SERINGKALI KITA TIDAK SADAR KITA TELAH BERSIKAP EGOIS TANPA KITA SADARI.

Sampai akhirnya, setelah tiga hari puas tidak berbicara. Puas mengacuhkan. Aku minta pendapat seorang temanku, ia menyadarkanku. Hanya ini yang ia katakan sampai akhirnya aku tahu manusia memang tempatnya khilaf.

TERIMALAH KEKURANGAN ORANG LAIN DENGAN LAPANG DADA.

Ya, itulah inti dari sebuah hubungan. Apapun jenisnya bahwa modal awalnya hanyalah sebuah PENERIMAAN. Ah, ternyata masalah ini malah mendewasakan ternyata.

*Ketika tugas menumpuk.

Minggu, 23 September 2012

Catatan Harian Guru Galau : Guru VS Selebriti.

Hari Minggu. Ah, cepat kali ya waktu berlari. Seperti baru kemarin aku tidur sampai puas habis subuh eh udah Minggu lagi. Terus besoknya Senin lagi. Ah, kembali bekerja. Orang-orang sering mengistilahkannya dengan I DON'T LIKE MONDAY, tapi tidak bagiku. Aku mencintai hari, sebab hari adalah waktu dan waktu adalah emas (berlagak bijak).

Soal pekerjaan, bukannya setiap orang dewasa harus bekerja? Dan bukannya bekerja itu bagian dari ibadah? (Sok bijak lagi). Tapi iya juga sih, aku gak bisa bilang kalau orang harus mengerti maunya aku. Seperti teman kerjaku (perkenalkan aku guru SD), yang selalu mengeluh sambil berbisik kepadaku "PENDERITAAN DIMULAI". Oho, aku tersenyum kecut. Kalau belum apa-apa di otak sudah terbentuk sebuah stigma aneh yang negatif pula, maka jadilah seharian itu membosankan, menyebalkan dan suidah pasti pasti tidak menyenangkan. Oho....

Menghadapi anak-anak memang bukan perkara mudah. Apalagi bagi kami, laki-laki. Itu semua seperti mimpi buruk. Bisa-bisa stroke karena gak tahan dengan tingkah anak-anak yang menjengkelkan. Apalagi menghadapi anak-anak zaman sekarang. Bikin galau euy...

CONTOH KASUS:

Suatu siang, sebut saja nama gurunya Pak Yanto, seorang guru muda, fresh graduate, pintar dan memiliki begitu banyak kemampuan untuk menarik perhatian anak. Hanya saja, dia sering mengeluh. Bilang padaku bahwa ia sering tidak tahan dengan kenakalan anak-anak itu. Jadilah suatu hari dia masuk ke dalam kelas yang terkenal dengan tingkat kebandelan super duper. Dan taraaa....bim salabim jadi apa prok, prok, prok....

Ketika dia mengajar, anak-anak muridnya lari ke luar kelas. Dan dia tidak tahu. Why? Apa masalahnya?  Setelah aku cari tahu, ternyata kita (lu aja kale) sering kali tidak berusaha menarik perhatian para murid. Dan sejak itu aku berpikir bahwa menjadi guru berarti harus menjadi aktor/aktris.


*Ketika lagi mengikuti pelatihan Blogger di Amaliun Foorcourt.

Rabu, 19 September 2012

Bukan Catatan Galau.

Seperti biasa. Setiap pagi aku harus bangun pukul lima pagi (kadang-kadang kelwatan dikit..). Solat, mandi, habis mandi kutolong ibu, membersihkan tempat tidurku (sambil nyanyi) dan setelah itu gak punya waktu lagi untuk yang namanya fesbukan, twitteran apalagi tidur ulang. Aku harus menyetrika baju kerjaku. SENDIRIAN. Lalu menyemir sepatu. Dandan dan hasilnya taraaaaaaa....hancur abies! :D

Pukul 6.15 pagi, aku selalu membayangkan diriku keluar dari hotel bintang lima. Berjalan ke lobi menuju angkot jemputan (agaknya tukang angkot mulai menghafal wajahku). Kutaksir sampai di sekolah pukul 6.55 wib dan jadilah aku guru pertama di sekolah. ckckckckck...

Hah, kadang jenuh dan membosankan dengan rutinitas yang tidak beritme. Orang-orang selalu bilang ikhlas. Rasanya ingin sekali aku teriak di telinga mereka: WOI, KALAU AKU GAK IKHLAS, GAK MUNGKIN AKU RAJIN DATANG TIAP HARI. HAHAHAHAHA....(BUKAN DENGAN NADA MARAH)

Ah, aku menikmati pekerjaanku sekarang. SANGAT menikmati. Pergi pagi pulang menjelang petang. Itu semua mengasyikan. Aku ingat petuah guruku, tebarkanlah ilmu yang bermanfaat buat sesamamu.

Udah ah, gak tahu lagi mau nulis apa. Lagipula tanganku udag keder. Lain waktu sambung lagi.


Selasa, 18 September 2012

FORUM LINGKAR PENA


Catatan Harian Guru Galau.

Mereka memanggilku guru. Ah, terang saja aku sering manggut-manggut sendiri. Guru? Oh, sejak kapan aku merindukan panggilan yang tidak layak untukku itu. Aku tidak suka dipanggil dengan sebutan itu. Oh, bukan, bukan karena gengsi sebab guru selalu identik dengan wajah tua nan berwibawa. Bukan, ini bukan tentang itu. Ini lebih dari persoalan apakah aku layak dipanggil dengan sebutan itu? Aku saja masih suka galau, hangout gak jelas dan ketawa lebar-lebar.

Aku masih pemuda beranjak dewasa yang diliputi kegalauan tingkat dewa.Memikirkan dengan siapa nanti aku menikah (secara ngejomblo terus), karir dan masa depan yang masih abu-abu (sebab aku tak mau jadi guru seumur hidupku). Hei, bukankah guru pekerjaan yang mulia? Ya, tak ada yang menyangkalnya.

Soal umur, aku seharusnya sudah memikirkan tahun berapa akan menikah. Bukan malah galau lihat sahabat nikah terus pengin nikah juga. Itu mah latah namanya! Sudah bebal rasanya telingaku tiap kali sahabat-sahabatku yang sudah menikah itu menelpon dengan topik yang sama dan pertanyaan yang sama; AYOLAH KAPAN LAGI? NTAR KEBURU TUA DAN GAK SEMPAT NIKMATI SURGA DUNIA. 
Jeggerrrrrrrr!!!
Rasanya aku ingin membanting handphone saja. 

Oya, kembali ke persoalan awal tadi. GURU. Ya, aku bekerja sebagai tenaga pengajar pada sebuah sekolah dengan sistem sekolah terpadu. Tak usahlah kusebut nama sekolahnya. Cukup bonafit dan muridnya berasal dari bangsa borjuis. Aih, aku rasa jajan mereka saja melebihi gajiku sebulan. Hahahahah...

Tapi ini bukan soal gaji. Tapi lebih dari itu. Ini tentang masa depan. Pertanyaan paling pentingnya adalah kapan aku pernah bermimpi dan bercita-cita jadi guru. So let's see behind the scenenya;

Aku ingat sekali ketika SD dulu. Pak Raja yang pernah menendangku itu memintaku ke depan kelas. Berbicara di depan kelas tentang cita-cita.
Pak Raja :  Hadi (bukan nama sebenarnya) bisakah kamu beritahu kami apa cita-citamu?
Aku : (Benggong, menarik napas panjang. Berjalan patah-patah sambil menunduk) 
Teman-teman sekelas: (menatap dari ujung kaki sampai jempol busuk)
Pak Raja: Cita-cita kamu apa? (Intonasi suaranya sedikit menekan)
Aku : Sa...saya..ingin jadi dokter hewan Pak.
Jegger!!
Teman-teman sekelas : (teriak-teriak histeris kayak monyet, tawa mereka pecah)
Hei, apa yang salah dengan cita-citaku? Dokter hewan, kukira bukan profesi yang memalukan.

Waktu itu aku hanya mengumpat dalam hati. Dasar orang-orang tolol, selalu menertawai sesuatu yang gak lucu sama sekali. Nah, dari fragment drama korea di atas, tidak ada satupun  yang sangkut dengan profesiku hari ini, bukan? So, aku gak pernah tahu dan sama sekali gak menyangka akhirnya aku menjadi GURU.