Selasa, 18 September 2012

Catatan Harian Guru Galau.

Mereka memanggilku guru. Ah, terang saja aku sering manggut-manggut sendiri. Guru? Oh, sejak kapan aku merindukan panggilan yang tidak layak untukku itu. Aku tidak suka dipanggil dengan sebutan itu. Oh, bukan, bukan karena gengsi sebab guru selalu identik dengan wajah tua nan berwibawa. Bukan, ini bukan tentang itu. Ini lebih dari persoalan apakah aku layak dipanggil dengan sebutan itu? Aku saja masih suka galau, hangout gak jelas dan ketawa lebar-lebar.

Aku masih pemuda beranjak dewasa yang diliputi kegalauan tingkat dewa.Memikirkan dengan siapa nanti aku menikah (secara ngejomblo terus), karir dan masa depan yang masih abu-abu (sebab aku tak mau jadi guru seumur hidupku). Hei, bukankah guru pekerjaan yang mulia? Ya, tak ada yang menyangkalnya.

Soal umur, aku seharusnya sudah memikirkan tahun berapa akan menikah. Bukan malah galau lihat sahabat nikah terus pengin nikah juga. Itu mah latah namanya! Sudah bebal rasanya telingaku tiap kali sahabat-sahabatku yang sudah menikah itu menelpon dengan topik yang sama dan pertanyaan yang sama; AYOLAH KAPAN LAGI? NTAR KEBURU TUA DAN GAK SEMPAT NIKMATI SURGA DUNIA. 
Jeggerrrrrrrr!!!
Rasanya aku ingin membanting handphone saja. 

Oya, kembali ke persoalan awal tadi. GURU. Ya, aku bekerja sebagai tenaga pengajar pada sebuah sekolah dengan sistem sekolah terpadu. Tak usahlah kusebut nama sekolahnya. Cukup bonafit dan muridnya berasal dari bangsa borjuis. Aih, aku rasa jajan mereka saja melebihi gajiku sebulan. Hahahahah...

Tapi ini bukan soal gaji. Tapi lebih dari itu. Ini tentang masa depan. Pertanyaan paling pentingnya adalah kapan aku pernah bermimpi dan bercita-cita jadi guru. So let's see behind the scenenya;

Aku ingat sekali ketika SD dulu. Pak Raja yang pernah menendangku itu memintaku ke depan kelas. Berbicara di depan kelas tentang cita-cita.
Pak Raja :  Hadi (bukan nama sebenarnya) bisakah kamu beritahu kami apa cita-citamu?
Aku : (Benggong, menarik napas panjang. Berjalan patah-patah sambil menunduk) 
Teman-teman sekelas: (menatap dari ujung kaki sampai jempol busuk)
Pak Raja: Cita-cita kamu apa? (Intonasi suaranya sedikit menekan)
Aku : Sa...saya..ingin jadi dokter hewan Pak.
Jegger!!
Teman-teman sekelas : (teriak-teriak histeris kayak monyet, tawa mereka pecah)
Hei, apa yang salah dengan cita-citaku? Dokter hewan, kukira bukan profesi yang memalukan.

Waktu itu aku hanya mengumpat dalam hati. Dasar orang-orang tolol, selalu menertawai sesuatu yang gak lucu sama sekali. Nah, dari fragment drama korea di atas, tidak ada satupun  yang sangkut dengan profesiku hari ini, bukan? So, aku gak pernah tahu dan sama sekali gak menyangka akhirnya aku menjadi GURU. 

1 komentar: